Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Fabel - Semut Kecil vs Semut Angkerang



SEMUT KECIL VC SEMUT ANGKERANG
Pada zaman dahulu kala, hiduplah sekumpulan besar semut kecil. Mereka membangun sarang yang cukup besar di dalam tanah di ujung sawah milik warga desa. Tidak jauh dari sarang mereka ada sebuah aliran sungai kecil yang tidak terlalu deras untuk ukuran manusia, akan tetapi semut – semut tersebut tentu saja akan kesulitan jika mereka yang harus melewatinya.
Semut – semut pekerja biasanya setiap pagi akan pergi keluar dari sarang untuk mencari makan guna memenuhi kebutuhan anggota populasi semut yang ada di dalam sarang. Semut – semut pekerja jumlahnya ada  puluhan ekor. Mereka bersiap akan berangkat mencari makan pagi itu.
“Moti, kamu baru saja akan beranjak dewasa nak, ibu takut Moti kenapa – kenapa di jalan. Apalagi perjalanan kali ini begitu jauh.”kata ibu Moti merasa khawatir. Moti adalah salah satu anak semut pekerja. Karena ia semut jantan, maka ia wajib untuk menjadi semut pekerja mengikuti pekerjaan ayahnya. Hanya saja, usia Moti belum terlalu mumpuni jika mengikuti perjalanan ekstrim semut pekerja.

“Moti janji Moti akan selamat selama di perjalanan dan kembali pulang ke sarang bersama semut pekerja lainnya, Bu.”
“Hmm.. yasudah, cepat susul Ayahmu sana. Ibu tidak bisa melarangmu juga.”
Moti mengangguk dengan senang. Ia segera menyusul ayahnya yang sudah berada di gerbang depan sarang semut. Tampak para semut pekerja sedang bersiap untuk melakukan pekerjaan hari itu. Mereka mengenakan seragam khusus semut pekerja guna melindungi tubuh dari benturan atau bertahan dari serangan musuh.
Beberapa menit kemudian, suara terompet terdengar di telinga para semut – semut kecil. Suara itu pertanda jika semut pekerja telah pergi meninggalkan sarang. Cuaca hari itu tampak sedikit berawan, udara dinginnya cukup membuat bulu kuduk ikut merinding merasakan dinginnya. Namun semua itu tidak mengurungkan semangat semut pekerja untuk mencari makanan. Keluarga semut ikut menunggu kepulangan mereka di sarang.
Perjalanan itu awalnya melewati tanah lapangan cukup jauh. Setelah itu, semut – semut pekerja akan melewati sebuah jembatan kecil yang menjadi penghubung sungai yang berada di ujung sawah. Tak berapa lama, mereka telah sampai di ujung jembatan. Tujuan mereka tidak lagi jauh. Ada beberapa rumah warga yang tersedia di sana. Tujuan semut pekerja akan di pimpin oleh ketua kelompok.
“Baiklah, kita sudah sampai di ujung jembatan. Kali ini tujuan pencarian makan kita adalah rumah yang berada di urutan ketiga sana. Oke, kita berangkat sekarang juga.”
Kelompok semut pekerja berangkat menuju rumah yang sudah di tunjuk oleh ketua kelompok. Dalam waktu kurang dari tiga puluh menit, mereka sudah sampai di dapur rumah salah satu warga desa tersebut.
“Kelompok akan di bagi menjadi empat, silahkan mencari sisa – sisa makanan yang bisa di raih. Ingat, jangan mencari yang ada di dalam wadah tertutup. Itu akan membahayakan nyawa kalian sendiri. Hindari tempat terbuka dan berkumpul lagi di sini setelah membawa makanan.”
Semut – semut itu membentuk empat kelompok. Ada yang berlarian menuju area dekat kompor, bawah lemari penyimpan makanan, di rak bumbu dan di atas meja makan. Moti berada pada kelompok yang bekerja di area dekat kompor. Ia mengikuti ayahnya berlarian ke sana ke mari. Tidak lama, ayahnya menemukan sisa makanan yang berukuran cukup besar.
“Moti, segera tuntaskan tugasmu. Ayah akan tunggu di sini.”
“Baik, Ayah.”
Moti mengelilingi kompor yang ukurannya hampir tiga kali lipat dari ukuran sarangnya. Ia mencari ke sana ke mari. Matanya terpana pada sebuah makanan yang cukup besar yang berada di atas kompor. Ia mencari jalan yang memungkinkan ia untuk naik ke atas kompor. Tak butuh waktu lama, ia mampu mengambil dan membawa makanan itu dan turun menemui ayahnya.
Tengah hari, kelompok semut pekerja telah siap mengumpulkan makanan yang ada. Mereka kini bersiap akan kembali ke sarang. Dalam perjalanan, mereka amat sangat berhati – hati memperhatikan sekeliling. Karena pada hari itu, bukan semut kecil saja yang mencari makanan. Kelompok semut angkerang juga melaksanakan tugasnya saat itu.
“Ketua, ada kelompok semut angkerang di depan sana.”teriak salah satu semut pekerja.
“Waduh.. itu kan jembatan tempat kita akan menyeberang.”
“Bagaimana ini ketua ? Kami takut terjadi kejadian seperti waktu yang lalu.”
“Kita tunggu dan sembunyi saja dahulu di dekat sini sampai mereka pergi.”
Rupanya pernah terjadi perampokan terhadap hasil jerih payah semut kecil oleh semut angkerang berukuran besar di jembatan situ. Waktu itu kejadian sore hari dan langit tampak lebih teduh. Alhasil semut kecil banyak yang tewas dan makanan mereka di rampas oleh semut angkerang. Sejak saat itu, semut kecil mengubah jadwal pencarian makan mereka menjadi pagi hari agar tidak bertemu lagi saat di jembatan.
Setelah menunggu beberapa lama, tampaknya semut angkerang tidak beranjak dari pangkal jembatan. Matahari mulai condong ke arah barat. Cuaca juga sekiranya tidak mendukung hari itu untuk tetap cerah. Awan mulai mengumpul dan berwarna kegelapan. Ya, mendung.
“Sepertinya akan turun hujan, ketua.”
“Ya, dan semut angkrang sepertinya belum ingin pergi dari pangkal jembatan.”
“Apa kita akan terus menunggu di sini, ketua ? Hari juga semakin sore.”
“Entahlah, aku belum kepikiran apapun. Mungkin semut – semut yang ada di sini mempunyai ide ?”
“Kita sebrangi sungai, ketua.”
“Arus sungai terlalu deras untuk kita.”
“Kita pakai kayu itu.”teriak Moti. “Beberapa dari kita menaiki kayu itu untuk sampai ke seberang bersama dengan semua makanan. Sebelumnya, sambungan pengikat dari ujung kayu dan pangkal kayu. Setelah sampai di seberang, tarik tali pengikat untuk mengangkut semut pekerja yang masih berada di sini.”
“Baiklah, akan kita coba.”
Akhirnya setelah menggunakan kayu dan mengikat tali di sana dan di sini, jadilah sebuah kapal – kapalan. Semua makanan di letakkan ke atas kapal. Kemudian beberapa semut naik ke atas kapal dan mendayung. Awalnya memang kesulitan karena arus sungai yang cukup besar. Namun beberapa waktu kemudian, semut itu sampai ke seberang sungai dan menurunkan semua makanan. Setelah itu kapal di tarik dari arah seberang sungai lainnya untuk di tumpangi semut – semut pekerja. Namun sayang sekali, kapal terbawa arus dan tenggelam di dalam sungai.
Gerimis mulai turun. Semut yang sudah berada di seberang sungai sibuk menutupi makanan dengan daun – daun yang ada di sekitar mereka. Sementara kelompok semut pekerja bersama dengan ketua mereka mencari tempat berteduh.
“Sebaiknya kita segera menyeberangi sungai melalui jembatan itu.”
“Tapi ketua…”
“Sudah, ikuti aku saja.”
Mereka berlari menuju pangkal jembatan.
“Kalian kelompok semut kecil !”
“Ya, kenapa ?”
“Kenapa tidak memikul makanan ?”
“Apakah saat ini makanan lebih penting ketimbang nyawa ? Kau lihat saja hujan petir ini. Permisi.”
Akhirnya semut – semut kecil di perbolehkan lewat karena mereka tidak memiliki makanan sedikit pun untuk di rampas. Mereka segera berlari cepat menuju makanan di tutupi daun tadi. Setelah hari agak gelap, hujan baru mereda. Mereka dapat pulang kembali ke sarang dengan membawa makanan tanpa di ganggu oleh semut angkrang dan makanan tidak kebasahan.
Sandiok
Sandiok QHSE Officer PT. Nindya Karya | D3 Fire and Safety of Balongan Oil and Gas Academy

Posting Komentar untuk "Fabel - Semut Kecil vs Semut Angkerang"